Awal dateng ke Tidung sih ga begitu tertarik (maaf nih buat EO dan sponsornya, hehe..), karena ketika kapal berlabuh di dermaga, ga ada pantai yang bisa dilihat sama sekali. Ketika berjalan masuk ke dalam pulau juga yang dirasakan hanya seperti berada di salah satu perkampungan di Jakarta, tak ada rasa yang istimewa.
Aktivitas di sana hanya diawali dengan makan dan istirahat. Cukup melelahkan juga karena untuk bisa mendapatkan kapal penyeberang dengan waktu yang cukup baik, harus mengantri di depan loket di Marina Ancol dari jam 4 pagi. Padahal loket baru dibuka jam 6 pagi. Tapi ternyata memang harus demikian, karena kalau tidak datang dari jam 4, wah...ga kebayang mau antri sampai jam berapa dan bakalan ga dapat tiket nyebrang. Karena pada saat loket dibuka, antrian sudah cukup panjang, dan karena kami bisa datang jam 4 pagi dan mulai mengantri dengan menaruh semua barang bawaan di depan loket, jadinya bisa mendapatkan tiket untuk pemberangkatan pertama.
Setelah istirahat di sebuah saung dekat laut (tanpa pantai), kita dibawa sedikit berolahraga dengan sepeda menuju tempat penginapan. Tapi jangan berharap untuk mendapat tempat menginap seperti hotel atau cottage. Tempat menginapnya lebih seperti kamar kos, tapi dengan AC (bersyukur banget kalau bisa mendapatkan yang AC). Tak banyak waktu untuk istirahat, sudah waktunya untuk makan siang dan dilanjutkan dengan snorkeling. Cukup penasaran akan seperti apa pemandangan laut yang ada disekitar pulau yang tidak memancarkan keindahan sedikitpun (saat itu). Yang menjadi pembimbing snorkeling saat itu adalah ketua RW setempat, yang memang memiliki usaha penyewaan alat-alat snorkeling, dan sepertinya juga hobbi menyelam. Kami di bawa ke tiga 'snorkeling spot' oleh bapak yang sangat ramah dan cukup hangat dalam berinteraksi ini. Tak seperti yang dibayangkan, ternyata pemandangan bawah laut yang ditunjukkan sangat indah. Karang-karang laut yang terbentang dengan berbagai jenis yang saya juga tidak tahu namanya, serta ikan-ikan yang lalu lalang di bawah kita, benar-benar membuat betah untuk terus mengarahkan muka kita ke dalam laut. Ditambah kesabaran Pak RW dalam memberi instruksi, membuat suasana menjadi nyaman dan aman. Bahkan istri saya yang paling takut sama air, dan di awal selalu teriak-teriak ketakutan, lama kelamaan justru asyik sendiri. Sayangnya tak ada yang bawa kamera yang bisa ditenggelamkan ke dalam air untuk mengabadikan gambar dari bawah laut kepulauan seribu tersebut.
Tour Guide kami kala itu juga asyik sendiri mencari karang dan hewan-hewan laut untuk dibawa. Pak RW pun tak kalah unjuk pengetahuannya mengenai makhluk-makhluk laut, dengan mengambil beberapa dan memberitahukan nama-namanya. Bahkan tak segan Ia pegang Bulu Babi untuk ditunjukkan ke kami. Beberapa dari kami juga diajarkannya untuk meyelam ke bawah. Cukup menjadi hiburan yang menyenangkan.
Hari itu diakhir dengan makan makanan laut hasil barbeque tour guide kami.
Hari kedua, pagi-pagi setelah sarapan, kami di bawa ke tempat yang dikenal di pulau tidung sebagai Jembatan Cinta. Di sinilah baru kemudian terlihat keindahan pantai dan kejernihan laut pulau tidung. Keindahan itu pastinya mengundang banyak wisatawan. Keramaian di situ membuat kami tidak kebagian 'banana boat' dan 'kano'. Sepertinya untuk bisa mendapat antrian, harus sanggup datang dari subuh. Tapi keindahan laut dari Tidung cukup buat saya sebagai hiburan (salah satunya foto di atas, hasil jepretan sepupu istri saya).
Pernah pada suatu waktu teman yang pernah berkunjung ke pulau tidung menceritakan tentang terjun dari atas jembatan cinta yang tak berani dilakoninya. Pada saat ke tidung, saya juga melihat ada beberapa orang yang mencoba untuk terjun dari atas jembatan yang berjarak kira-kira 9 meter dari permukaan laut. Laut di bawah jembatan terlihat dangkal, dengan warnanya yang hijau dan bayangan karang di dalamnya cukup menyeramkan, membayangkan kaki yang akan terbentur nantinya ketika terjun. Tapi melihat banyak dari mereka yang telah terjun ternyata baik-baik saja, justru semakin mengundang rasa penasaran untuk mencoba terjun.
Akhirnya pun diputuskan bahwa saya akan mencoba terjun bersama dua orang sepupu. Ketika melihat bagian laut dibawah jembatan dari balik pagar jembatan, sepertinya biasa-biasa saja, tidak menakutkan sama sekali. Kemudian berubah drastis menjadi begitu menakutkan ketika berdiri diujung jembatan ketika siap untuk terjun. Selintas terpikir beginilah rasanya kalau ada orang yang mau bunuh diri dengan terjun dari ketinggian. Tapi justru dengan banyak berpikir dan berdoa, malah membuat jantung semakin berdegup kencang dan kaki merinding. Dengan cepat saya hilangkan pikiran itu semua dan langsung melangkahkan kaki ...terjuuuuunnnn......seketika suasana hening, hanya terdengar hembusan angin yang bergesek dengan telinga, dan yang dipikirkan hanyalah ..''kapan sampainya nih''...Byuuurrr....terceburlah saya ke dalam laut yang ternyata masih cukup dalam. Dua sepupu saya kemudian menyusul. Pengalaman yang cukup memacu adrenalin. Saya mencoba untuk yang kedua kalinya, dan berhasil lagi. Menurut saya di sinilah hiburan yang paling menyenangkan. Terasa benar-benar sedang berinteraksi langsung dengan alam. Lompatan ketiga saya batalkan, karena informasi dari tour guide kami yang mengajak kami untuk segera berkemas dan siap pulang karena kapal penyeberang sudah penuh dibooking, dan kami harus segera masuk antrian.
Sangat disayangkan, kami terlambat untuk mendapatkan kapal penyeberang yang bisa menyeberangkan kami hanya dalam waktu kurang lebih 2 jam. Pada akhirnya kami harus naik Kapal yang disebut istri saya sebagai Kapal odong-odong. Awalnya saya tidak begitu keberatan jika ternyata warga setempat agak 'memaksakan' supaya wisatawan yang akan menyeberang kembali ke Jakarta menggunakan Kapalnya, agar mereka juga dapat mengais rezeki dari situ. Namun kemudian saya sedikit mengutuk, karena dengan suasan kapal seperti kapal pengungsi, penuh sesak dan panas, 100 orang lebih dejejalkan dalam satu kapal, waktu tempuh hampir dua kali lipat, bikin badan keram dan kesemutan, namun harga tiketnya sama dengan kapal yang nyaman, hanya diisi 15 orang, dapat duduk tenang tanpa harus jadi pegal-pegal, waktu tempuh efisien, tak harus berdesakan dengan barang bawaan sendiri. Walaupun begitu kalau diingat bagaimana hiburan ketika di tidung, suasana kapal odong-odong bisa dilupakan, meskipun jadi agak kapok ke tidung lagi. Tapi hanya dengan Rp 350.000,00 nett, semua hiburan(termasuk snorkeling) dengan penginapan dan makanan enak bikinan warga setempat bisa didapat. Sangat murah jika dibanding dengan apa yang bisa didapatkan di Tidung.........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar